Jumat, 23 November 2018

Contoh Modul K3


I.                Pendahuluan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu pedoman pada setiap instasi, perusahaan, ataupun tempat kerja yang mempunyai resiko pada keselamatan dan kesehatan para pekerjanya. Untuk itu diadakannya peraturan K3 dalam sebuah Undang-Undang dan peraturan Internasional untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan pada saat bekerja.
II.             Standart Kompetensi
Memahami tentang kegunaan K3 dalam bekerja
III.           Kompetensi Dasar
·       Menjelaskan tentang UU beserta ISO dan OHSAS untuk K3
·       Mengetahui dimana dan kapan saja peraturan K3 untuk setiap kasus
IV.           Deskripsi Modul
Modul ini merupakan modul untuk menjelaskan pemakaian standar keselamatan setiap kasus yang terjadi saat bekerja bagi pekerja lapangan maupun pekerja di office
V.              Petunjuk Penggunaan Modul
1.     Sebelum penggunaan
·       Memperhatikan peraturan pada setiap kasus
·       Melakukan Trial atau pelatihan
·       Memahami dan menghafal setiap peraturannya
2.     Saat penggunaan
·       Tidak terfokus pada penggunaan modul melainkan pada pekerjaan
3.     Setelah penggunaan
·       Taruh modul pada tempat semula, dan hafalkan lagi peraturan yang belum hafal
VI.           Tujuan Akhir
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan kepada para pengguna modul untuk dapat memahami peraturan-peraturan yang sudah ada dan pada tempatnya

Standar ISO 45001:2018 dan Penerapannya
Lebih dari 2,78 juta pekerja meninggal akibat kecelakaan atau penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan setiap tahunnya. ─ Data International Labour Organization (ILO) 2017
Setiap hari, ribuan nyawa melayang akibat kecelakaan atau penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Kematian pada pekerja ini seharusnya dapat dicegah dan dikendalikan agar tidak terulang di masa mendatang. Oleh karena itu, ISO 45001 hadir untuk membantu organisasi melakukan hal ini.
Dengan diterbitkannya ISO 45001:2018 ini sangat diharapkan dapat memperbaiki sistem manajemen K3 di negara-negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. ISO 45001:2018 dirancang untuk membantu organisasi mengelola risiko K3 dan memperbaiki kinerja K3 secara proaktif.
"Standar baru ini akan membantu organisasi menyediakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi pekerja dan tamu perusahaan dengan terus meningkatkan kinerja K3 mereka."─ David Smith, Ketua Komite Proyek ISO/PC 283
ISO 45001:2018 menggunakan model Plan-Do-Check-Act (PDCA) dalam implementasinya, yang menyediakan kerangka kerja sederhana dan efektif bagi organisasi untuk merencanakan apa yang harus mereka lakukan di tempat kerja sehingga risiko K3 dapat diminimalkan.

PDCA pada ISO 45001:2018
Apakah ISO 45001:2018 berlaku untuk semua jenis organisasi?
Ya. ISO 45001 dirancang untuk membantu organisasi dari semua ukuran, industri, atau sifat bisnisnya. Setiap organisasi bertanggung jawab menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat. Tujuan ISO 45001 adalah membantu organisasi untuk melakukan hal ini.

Apa saja manfaat ISO 45001:2018 bagi organisasi?
Manfaat utama dari penerapan ISO 45001:2018, antara lain:
  1. Meningkatkan efektivitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi
  2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja
  3. Mengurangi ketidakhadiran dan tingkat turnover atau pergantian pekerja, untuk mendorong produktivitas
  4. Mengurangi biaya premi asuransi
  5. Menciptakan budaya K3, di mana pekerja didorong untuk aktif terlibat dalam K3
  6. Memperkuat peran kepemimpinan (manajemen puncak) untuk meningkatkan kinerja K3 secara proaktif
  7. Kemampuan memenuhi kewajiban terhadap peraturan perundangan dan persyaratan K3
  8. Meningkatkan reputasi perusahaan karena telah mencapai standar internasional.

Apa yang harus saya lakukan jika saya sudah mendapatkan sertifikasi OHSAS 18001?
ISO 45001 akan menggantikan posisi OHSAS 18001. Begitu ISO 45001 dipublikasikan, maka organisasi yang telah memiliki sertifikat OHSAS 18001 diberi kesempatan tiga tahun untuk migrasi ke ISO 45001. Sementara, organisasi yang belum memiliki sertifikat OHSAS 18001 dapat langsung menerapkan ISO 45001 yang merujuk pada tahapan penerapan ISO 45001.

Bisakah ISO 45001 diintegrasikan dengan sistem manajemen lain?
Bisa. ISO 45001:2018 mengadopsi High Level Structure (HLS) atau struktur tingkat tinggi berdasarkan ISO Guide 83 (Annex SL), seperti struktur yang sudah diterapkan pada ISO 9001:2015 dan ISO 14001:2015.
Annex SL menetapkan struktur semua standar sistem manajemen di masa depan dalam 10 klausul atau kriteria.
Struktur tingkat tinggi pada ISO 45001 bertujuan untuk memfasilitasi proses implementasi dan integrasi beberapa sistem manajemen secara harmonis, terstruktur dan efisien.
Sebagai contoh, ISO 45001 dan ISO 14001 dapat diintegrasikan dengan mudah karena keduanya memiliki kaitan yang cukup erat. Hal ini dilihat dari banyak organisasi yang menggabungkan sistem manajemen K3 (ISO 45001) dengan sistem manajemen lingkungan (ISO 14001). 

Jika saya ingin mulai menerapkan ISO 45001, tindakan apa yang sebaiknya saya lakukan?
Jika Anda mempertimbangkan untuk menerapkan ISO 45001 atau migrasi dari OHSAS 18001, berikut beberapa langkah yang sebaiknya Anda lakukan:
  1. Lakukan analisis terhadap pihak yang berkepentingan (individu atau organisasi yang dapat mempengaruhi kegiatan organisasi Anda), serta faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi bisnis Anda
  2. Tentukan ruang lingkup sistem, dengan mempertimbangkan apa yang ingin Anda capai dari sistem manajemen K3 Anda
  3. Tentukan kebijakan dan tujuan K3 Anda
  4. Tentukan perencanaan penerapan sistem manajemen K3 dan target waktu untuk mencapai itu
  5. Tentukan kompetensi dan/atau sumber daya yang akan mengelola sistem manajemen K3 sebelum Anda menerapkan standar.

1. Struktur
ISO 45001:2018 mengadopsi High Level Structure (HLS) atau struktur tingkat tinggi berdasarkan ISO Guide 83 (Annex SL) untuk mempermudah proses implementasi dan integrasi beberapa sistem manajemen di sebuah organisasi. Berikut perbedaan struktur pada standar ISO 45001 dan OHSAS 18001:
Klausul pada ISO 45001:2018
Klausul pada OHSAS 18001:2007
1. Scope
2. Normative References
3. Terms and Definitions
4. Context of the Organization
5. Leadership
6. Planning
7. Support
8. Operation
9. Performance Evaluation
10. Improvement
1. Scope
2. Reference Publications
3. Terms and definitions
4. OH&S Management System Requirements

  
2. Konteks Organisasi
Penerapan HLS pada ISO 45001:2018 menghasilkan perbedaan mendasar dengan OHSAS 18001, yakni dengan diadakannya pasal baru mengenai "Konteks Organisasi". ISO 45001:2018 menyiratkan fokus lebih kuat pada konteks organisasi.  
Pada ISO 45001 klausul 4.1 dijelaskan, sebelum menyusun sistem manajemen K3, setiap organisasi dituntut untuk memahami kebutuhan dan harapan pihak-pihak yang berkepentingan, seperti pemerintah, shareholder, pemasok dan masyarakat/ komunitas sekitar dan dituntut untuk mempertimbangkan isu-isu K3 internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi kemampuan organisasi untuk memenuhi tujuan K3.

3. Kepemimpinan
Perbedaan lainnya adalah peran kuat dari manajemen puncak. K3 menjadi aspek utama dari keseluruhan sistem manajemen di sebuah organisasi, yang membutuhkan komitmen kuat dari manajemen puncak. Pada ISO 45001:2018, manajemen puncak memiliki peran kepemimpinan yang kuat terhadap sistem manajemen K3.  Pada saat yang sama, organisasi juga perlu melibatkan pekerja dalam mencapai tujuan K3.
Sedangkan peran kepemimpinan pada OHSAS 18001 bersifat tunggal, organisasi yang menggunakan standar ini mendelegasikan tanggung jawab K3 kepada perwakilan manajemen atau manajer K3.

4. Partisipasi Pekerja
ISO 45001:2018 pada klausul 5.4 membahas tentang partisipasi pekerja. Standar ini lebih menekankan dan mendorong partisipasi pekerja, terutama non-managerial worker dalam sistem manajemen K3. Partisipasi pekerja inilah yang tidak dibahas secara spesifik dalam OHSAS 18001.
Pada ISO 45001, non-managerial worker didorong berpartisipasi dalam menentukan:
  • Mekanisme untuk partisipasi dan konsultasi
  • Identifikasi bahaya dan penilaian risiko
  • Tindakan pengendalian bahaya dan risiko
  • Identifikasi kebutuhan kompetensi, pelatihan dan evaluasi pelatihan
  • Investigasi kecelakaan, ketidaksesuaian dan terlibat dalam tindakan pengendaliannya
  • Kebutuhan dan harapan pihak yang berkepentingan
  • Kebijakan K3
  • Peran, tanggung jawab, akuntabilitas dan otoritas organisasi.


5. Identifikasi Bahaya
Sebagaimana OHSAS 18001, ISO 45001 juga berfokus pada identifikasi bahaya secara proaktif dan terus menerus. Tetapi, ISO 45001 membuat beberapa pertimbangan baru dalam identifikasi bahaya yang tidak disebutkan dalam OHSAS 18001.
Untuk identifikasi bahaya, ISO 45001 memiliki pertimbangan yang tidak terlepas pada:
  • Kondisi dan kegiatan rutin dan non-rutin pada pekerjaan
  • Situasi darurat
  • Faktor manusia, mencakup pekerja, kontraktor, pengunjung dan tamu perusahaan
  • Perubahan terbaru atau yang baru diusulkan dalam organisasi, operasi kegiatan dan sistem manajemen K3
  • Kecelakaan kerja sebelumnya, baik internal atau eksternal organisasi termasuk penyebabnya
  • Perubahan pengetahuan atau informasi tentang bahaya
  • Faktor sosial, seperti beban kerja, jam kerja, kepemimpinan dan budaya organisasi.

6. Informasi Terdokumentasi
Dalam pelaksanaan OHSAS 18001, organisasi banyak terfokus pada pemeliharaan dan pengendalian dokumen dan catatan. Sedangkan dalam ISO 45001, dokumen dan catatan dihilangkan dan diganti menjadi istilah baru, yakni “ Documented Information”.
ISO 45001 tidak mensyaratkan dokumen harus berupa prosedur, media pendukung berupa kertas, magnetik, elektronik, foto atau kombinasi dari semuanya. ISO 45001 memperbolehkan informasi terdokumentasi dalam format dan media pendukung apa pun, serta dari sumber mana pun.
Namun, organisasi tetap harus mengendalikan informasi terdokumentasi dengan baik. Informasi terdokumentasi harus selalu tersedia dan cocok digunakan di mana dan kapan pun diperlukan serta terlindung keamanan dan kerahasiaannya.

7. Outsourcing, Pemasok dan Kontraktor
Pada ISO 45001, organisasi harus memastikan proses outsourcing dan segala pengadaan barang/ jasa yang dilakukan oleh outsourcing, pemasok dan kontraktor tetap terkendali dan sesuai dengan persyaratan sistem manajemen K3. Persyaratan mengenai outsourcing, pemasok dan kontraktor ini dibahas secara spesifik dalam klausul berbeda.
Sementara pada OHSAS 18001, standar ini hanya membahas tentang outsourcing ataupun kontraktor dalam satu klausul 4.4.6 operational control.

8. Peningkatan (Improvement)
ISO 45001 memiliki klausul yang membahas mengenai peningkatan (improvement) secara spesifik. Sedangkan dalam OHSAS 18001, pembahasan secara spesifik dan terpisah mengenai peningkatan tidak tersedia, namun pembahasannya tetap terintegrasi dengan beberapa klausul lain.
Terkait peningkatan, organisasi harus melakukan tindakan peningkatan berkelanjutan untuk mencapai hasil yang diharapkan dalam sistem manajemen K3. Dalam melakukan tindakan peningkatan, organisasi harus melakukan penyelidikan insiden, penyelidikan ketidaksesuaian, dan tindakan perbaikan berkelanjutan. 
Meskipun terdapat beberapa perbedaan, baik ISO 45001 maupun OHSAS 18001 tetap memiliki tujuan yang sama, yakni mengurangi risiko di tempat kerja dan memastikan keselamatan dan kesehatan semua orang yang terlibat dalam kegiatan organisasi.























KESELAMATAN KERJA

Undang-undang Nomor I Tahun 1970

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :
a. bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas
Nasional
b. bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja terjamin pula keselamatannya
c. bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien
d. bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya upaya untuk membina norma-norma
perlindungan kerja;
e. bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang memuat
ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan
masyarakat. Industrialisasi. teknik dan teknologi

Mengingat :
1. Pasal-pasal 5.20 dan 27 Undang-undang Dasar 1945;
2. Pasal-pasal 9 dan 10 Undang-undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1969 Nomor 35,
Tambahan Lembaran negara Nomor 2912).
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;

MEMUTUSKAN:

1. Mencabut:
Veiligheidsreglement tahun 1910 (Stbl. No.406).
2. Menetapkan :
Undang-undang Tentang Keselamatan Kerja

BAB I
Tentang Istilah-istilah

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :
(1) “Tempat kerja” ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2.
(2) Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian yang dengan tempat kerja tersebut.
(3) “Pengurus” ialah orang yang mempunyai tugas pemimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.
(4) “Pengusaha” ialah :
a. orang atau badan hukum yang menjalankan seseuatu usaha milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
b. orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
c. orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili berkedudukan di luar Indonesia.
(5) “Direktur” ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan Undang undang ini.
(6) “Pegawai Pengawas” ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
(7) “Ahli Keselamatan Kerja” ialah tenaga tehnis yang berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undangundang ini.

BAB II
Ruang Lingkup

Pasal 2
(1) Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
(2) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :
a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan;
b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau barang yang : dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
c. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan perairan, saluran, atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau di mana dilakukan pekerjaan persiapan;
d. dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan;
e. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan emas, perak, logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;
f. dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui
terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara;
g. dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang;
h. dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
i. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;
j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
k. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
l. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau timah;
o. dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi, atau telepon;
p. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan alat tehnis;
q. dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air;
r. diputar pilem, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
(3) Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja ruangan-ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan yang bekerja dan atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah perincian
tersebut dalam ayat (2).

BAB III
Syarat-syarat Keselamatan Kerja

Pasal 3
(1) Dengan peraturan perundangan-undangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk:
a. mencegah dan mengurangi kecela- kaan;
b. mencegah, mengurangi dan memadam kan kebakaran;
c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadiankejadian lain yang berbahaya;
e. memberi pertolongan pada kecelakaan;
f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan;
i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;
n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;
o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang;
q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. menyeseuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
(2) Dengan peraturan perundangan dapat dirobah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.

Pasal 4
(1) Dengan peraturan perundang-undangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perecanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
(2) Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian, dan pengesahan, pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, produksi teknis dan aparat produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.
(3) Dengan peraturan perundangan dapat dirobah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) dan (2); dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan tersebut.

BAB IV
Pengawasan

Pasal 5
(1) Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini, sedangkan para pegawai pengawas kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang undang ini dan membantu pelaksanaannya.
(2) Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan.

Pasal 6
(1) Barangsiapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat mengajukan permohonan banding kepada Panitia Banding.
(2) Tata-cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia Banding dan lainlainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
(3) Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.

Pasal 7
Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha harus membayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan perundangan.

Pasal 8
(1) Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.
(2) Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur.
(3) Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan perundangan.

BAB V
Pembinaan

Pasal 9
(1) Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta apa yang dapat timbul dalam tempat kerjanya;
b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam semua tempat kerjanya;
c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
(2) Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.
(3) Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama dalam kecelakaan.
(4) Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya.






BAB VI
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pasal 10
(1) Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
(2) Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.

BAB VII
Kecelakaan

Pasal 11
(1) Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
(2) Tata-cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan

BAB VIII
Kewajiban dan Hak Kerja

Pasal 12
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk:
a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;
b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan yang diwajibkan;
d. Meminta pada Pengurus agas dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan yang diwajibkan;
e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung-jawabkan.

BAB IX
Kewajiban Bila Memasuki Tempat Kerja

Pasal 13
Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.



BAB X
Kewajiban Pengurus

Pasal 14
Pengurus diwajibkan :
a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli kesehatan kerja;
b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;
c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

BAB XI
Ketentuan-kententuan Penutup

Pasal 15
(1) Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan.
(2) Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (Seratus ribu rupiah).
(3) Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.

Pasal 16
Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di dalam satu tahun sesudah Undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 17
Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.

Pasal 18
Undang-undang ini disebut “Undang-undang Keselamatan Kerja” dan mulai berlaku pada hari diundangkannya. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


 Faktor Bahaya


1. Faktor Fisik :
1.1 Mengatasi Penerangan :
a.      Memakai penerangan alami (matahari)
b.     Memakai lampu emergency
c.      Memakai lampu kepala untuk memasuki dalam lorong
d.     Penerangan dimalam hari menggunakan lampu fluorisensi
e.      Memberi lampu pada area office, workshop dan klinik
f.      Penerangan buatan menggunakan lampu TL untuk di kantor

1.2  Mengatasi Kebisingan :
a.      Memasang rambu peringatan, larangan dan perintah agar karyawan menyadari perlunya perilaku aman dalam bekerja di tempat yang terpapar bising.
b.     Alat perlindungan pada pendengaran terdiri dari ear plug atau ear muff.
c.      Menggunakan peredam pada alat-alat dan ruangan.
d.     Pengaturan tata letak ruang dan mengunakan penyekat ruangan.

1.3  Iklim Kerja :
a.      Menyediakan minum saat panas
b.     Memberikan ruangan khusus ber-AC
c.      Memberikan jadwal shift
d.     Menjeda pekerjaan saat terjadi hujan lebat
e.      Melakukan pengukuran iklim di semua area kerja
f.      Menyediakan pakaian kerja berbahan dingin

1.4  Mengatasi Getaran :
Alat peredam yang terdapat pada jok, pijakan kaki dan pegangan lengan yang pada unit-unit; crane, alat angkat angkut dan peralatan lainnya.


2.     Faktor Kimia :
2.1  Debu :
a.      Melakukan pengukuran dengan parameter kadar debu dan gas-gas SO2, CO dan NO2 di satu lokasi
b.     Penyemprotan atau penyiraman pada lokasi yang berpotensi menimbulkan banyak debu dengan bantuan water truck yang dilakukan secara rutin
c.      Menyediakan alat pelindung diri berupa masker untuk dipakai oleh semua pekerja pada saat bekerja di area kerja yang memiliki kadar debu yang berlebih.



2.2  Bahan Kimia Yang Lain :
a.      Tersedianya Material Safety Data Sheet (MSDS) di semua tempat penyimpanan bahan-bahan kimia yang diletakkan di luar sehingga mudah terlihat dan terbaca oleh semua pekerja.
b.     Tersedianya tempat penyimpanan khusus untuk bahan berbahaya dan beracun (B3) yang tidak mudah terbakar.
c.      Tersedianya tempat penampungan sementara (TPS) untuk bahan-bahan kimia yang sudah mendapatkan ijin dari dinas lingkungan hidup.


3.     Faktor Fisiologis
3.1  Semua kursi kerja yang ada di office maupun tempat duduk yang terdapat di semua unit kerja bisa diatur tinggi rendahnya ataupun arah putarannya yang disesuaikan dengan kenyamanan pengguna
3.2  Mengadakan Trial atau percobaan pelatihan penggunaan mesin sebelum beroperasi


4.     Faktor Mental Psikologis
4.1  Memberikan hari libur satu hari dalam 7 hari kerja kerja
4.2  Memberlakukan sistem kerja cuti pada karyawannya yaitu untuk level supervisor ke atas 2 minngu setelah 2 bulan kerja sedangkan untuk level supervisor ke bawah mendapatkan waktu cuti 2 minggu setelah 4 bulan kerja.


Potensi Bahaya

1.     Peledakan
1.1  Pelarangan untuk merokok di area peledakan dan di sekitar gudang penyimpanan bahan peledak
1.2  Inspeksi yang dilakukan di gudang penyimpanan bahan peledak dan area peledakan di tambang
1.3  Tersedianya alat pemadam api ringan dan hydrant di area gudang penyimpanan bahan peledak
1.4  Pemasangan rambu peringatan dan pelarangan
1.5  Kewajiban terkait kegiatan yang dilakukan di sekitar area gudang penyimpanan bahan peledak dan sebagai informasi yang harus diketahui oleh semua orang yang ingin masuk di area gudang penyimpanan bahan peledak dan telah dibuat tanggul di sekitar area gudang penyimpanan bahan peledak.

2.     Kebakaran
2.1  Mengadakan training
2.2  Mengadakan inspeksi
2.3  Tersedianya alat pemadam api ringan di semua tempat dan semua unit kerja
2.4  Tersedianya prosedur tanggap darurat serta telah dibentuknya tim gawat darurat untuk kebakaran

3.     Terjatuh, Terbentur, Terpotong dan Terpeleset
3.1  Membuat standar dan prosedur kerja yang sudah di ketahui oleh semua tenaga kerja
3.2  Kewajiban memakai alat pelindung diri yang sesuai pekerjaannya pada saat melakukan pekerjaan.

4.     Kecelakaan Lalu-lintas Tambang
4.1  Terpasangnya rambu-rambu keselamatan
4.2  Memberlakukan standar-standar keselamatan unit atau sarana
4.3  Kewajiban menggunakan safety belt
4.4  Membunyikan klakson ketika ingin menyalakan mesin
4.5  Ketika ingin maju ataupun mundur serta memasang lampu rotary
4.6  Memasang serta melakukan pelaksanaan pemeriksaan harian (P2H) sebelum mengoperasikan unit.

5.     Longsor
5.1  Standar kemiringan tidak kurang dari 25%.
5.2  Tidak melakukan operasi penambangan ketika hujan

6.     Bahaya Akibat Listrik
6.1  Pemasangan instalasi listrik dilakukan oleh ahli K3 listrik
6.2  Pemasangan penangkal petir
6.3  Pengecekan arus listrik secara berkala

7.     Bekerja di ketinggian
7.1  Mengenakan alat perlindungan badan atau body harness
7.2  Pada ketinggian yang lebih dari 1,8 meter, harus mendapatkan ijin kerja di ketinggian terlebih dahulu oleh pengawas.















Rangkuman

Keselamatan dan Kesehatan pada PT CIPTA KRIDATAMA mempunyai standar yang baik dan cukup untuk semua pekerjanya, sehingga keselamatan dan kesehatan para pekerja terjamin. Tetapi PT CIPTA KRIDATAMA mempunyai hal yang kurang dalam instalasi listriknya. Mereka belum mempunya ahli listrik dalam menangani permasalahan untuk keadaan mendesak seperti K3 ini.









































Sumber: